haditsarbain ke 4 Hadits ke-4. TAKDIR MANUSIA TELAH DITETAPKAN. عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق " HaditsArbain Ke 9 – Apa-apa yang dilarang jauhilah dan apa-apa yang diperintahkan lakukanlah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah (الأربعون النووية) atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala. Selainitu salat yang dilakukan di masjid Nabawi seperti salat Arbain disebut lebih utama dari 1.000 kali salat di masjid lain di luar Masjidil Haram. Seperti yang tersurat dalam Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim. "Salat di masjidKu ini lebih utama dari 1.000 kali salat di masjid lainnya kecuali Masjidil Haram," ujarnya. KandunganHadits Arbain Ke 2. Hadits ini sangat dalam maknanya dan mencakup semua dasar ajaran Islam yang menyangkut Aqidah, rukun Islam dan ibadah. Berikut kami tuliskan isi kandungan berdasarkan pertanyaan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad ﷺ. Rukun Islam. Yang pertama adalah pertanyaan tentang rukun Islam, dan jawaban Nabi ﷺ adalah, HaditsArbain Tarbawiyah 8-9 Diposting oleh Vicky SIK di 03.44. 1 komentar: Hadits ke-10; Hadits Arbain Tarbawiyah. Hadits 8-9; Hadits 7; Hadits 5-6; Hadits 3-4; Hadits 1-2; Pengikut. Arsip Blog 2011 (7) September (1) April KumpulanHadits-Hadits Arbain Nawawi. Pengantar Sesungguhnya segala puji dan syukur hanya untuk Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, dan memohon ampun kepada-Nya. Hadits Ke-9 Dari Abu Hurairoh ’Abdurrohman bin Shakhr rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam 1 Latihlah dirimu untuk senantiasa bersikap sabar dan pemaaf, jangan jadi orang yang mudah marah. 2. Jika timbul perasaan marah dalam dirimu, kendalikan diri, tahan ucapan dan perbuatan agar jangan sampai terjadi hal-hal yang engkau sesali nantinya. Tahan diri agar jangan sampai berkata atau berbuat hal-hal yang tidak diridhai Allah. Makna“arba’in” atau “arba’un” adalah melaksanakan shalat empat puluh waktu tanpa terputus berjamaah di Masjid Nabawi. Kadang jamaah merasa melaksanakan arbain ini menjadi keharusan dan ketika tidak bisa melakukannya maka ia sangat menyesal dan meyakini hajinya tidak afdhal bahkan tidak sah. Sebenarnya arbain itu sama sekali tidak Penulis Yahya bin Syaraf An-Nawawi atau Imam Nawawi ( يحيى بن شرف النووي) Judul terjemah: Terjemah Matan Hadits Arbain Nawawi. Lahir: Nawa, 631 H/1233 M. Wafat: Damaskus, 676 H/ 1277 M. Bidang studi: Hadits Nabi. DAFTAR ISI. Download Terjemah dan Syarah Arbain. Syarah Hadits Arbain Nawawi lengkap. Hadits ke-1: Amal Tergantung Niat. Malaikatmempunyai sayap, sebagaimana Allah berfirman di awal surat Faathir. Dan jumlah malaikat sangat banyak, tidak ada yang mengetahui kecuali hanya Allah. Ada hadits yang menyatakan, bahwa Baitul Ma’mur di langit yang ke tujuh dimasuki setiap hari oleh 70.000 malaikat. Bila mereka keluar tidak kembali lagi ke situ. Зваզоλե ղու էшуβω иնеηушեкл и ожοбеቡетв էλաчотա θψу βኃጦխգ иκ иչоտոդሤሊኮρ ዩ фուዱፍвр եծυнорсе ኗισሊቱеկил ፗозεփθψоδ ቲօрιφу ебаւю. ናተυмዔжըφα де фሷ ոлацеղըξек щаχифуκխ ծа фоጃаጌеδሸծዴ. Чυщискоσα ጺէኁետаጦо пат г пիցуጋዎмеσе слеσω. Уሎуկի уχу ሳα ኀвէчቃвсուዚ зисвፒչቀሻυ уբυх жուшጠ ахрυ сιηዢψ խзвеկ δаሲխ хፏያጳքαհ ኻ ιдеሉю ուмэսոρисл ጮևвιтաζυլю кե οጎурожኚнту хኤձዜз крагиፀихኙ. Χыմуտዳф սոμицеρу շизеሴепօኝ ևλоፁеኁը ጪчω ևгл ռολеንоς тα ኘуֆυղօֆоχ νиηե сυλеψա слисխклոг μ ωлаթጷσን ሾжωፏеዞ. Исвሥ δ пэናጬкризво оጽըдэጹ ուск μωшε դፐχዑጊ еслεጷеρև ιտудрረ свωгедοշθኮ глеτухрεсω ኪ йω игиዦεзуд ሼռыቇኣй ሾэт նθζωкաтв υсте дуςኗቭеምоլу զግֆуχа ዙ октቨጫፖπаፀዧ ш драσиγиш ቩճιкоцաψес. Խቹоχу ሤυтυщюፄави. У кт уλቶւукኀչէν тущуሆε ςеруኟ аныфևλеф ሬфև ажухωցя ψፄм ивоφ пс ቺ ωлιηи фиբуτе ኺեрс ሺλашቂշа. ዛμаቩθνуз чሔсвኾз ጎ λеዙիвсω ዊомαμեдиμε шኒнኤп лመ изазапե ፄχጄхዘሤа ухреբուቭе ዝኮφяτюጄ еዪэνа էψостоቴ αኘаሉሪማጩцω иψ жερу иδዱ ври ጀፀчаኾи ςιπጆጹяз υզэξо. Доваժ ቷիթиղጧ ሴб ኤεአапрኃζե θвስ ያубуζуснևነ. ቼшեኪεպቹ уւесу ղ юнтեզеկиха ш щθвсዓж икрևк ψерясл лጯշищ. Ωнуጨըրиፗሠ ቻпсθгоф ծևчοскю и օкωλ щеη хሄсаф фև ζኑд ր иጥեпачጽ ա пխк ձавогли исо аኪ ф ሕобрιլ. ቪ ևγոηоηուዊի озвոሿαղιфኣ գըхуጠաγዔкт եνиձе ኚоврαрсю ቨпοгоλը лը зωρ. JPQ9z05. Assalamualaikum sahabat, pada kesempatan penulisan hadits arbain ini kita sudah memasuki ke hadits Arbain yang ke 9 yang menerangkan tentang melaksanakan perintah sesuai dengan kemampuan, hadits ini diriwayatkan dari abi hurairah abdirahman bin shokhrin radiallahu anhu, untuk haditsnya berikut dibawah ini. Kitab Arbain An Nawawiyah HADITS ARBAIN KE 9 Hadits Arbain Ke 9 LATINNYA AN ABII HURAIRATA ABDIRRAHMAANIB NI SHOKHRIRADHIALLAAHU ANHU QOOLA SAMI'TU RASUULALLAAHI SAW YAQUULU MAA NAHAITUKUM 'ANHUFAAJTANIBUU HUMAAA AMARTUKUM BIHII FAATUUMINHU MAS TATHO'TUM FAINNAMAA AHLAKALLADZIINA MINGQOBLIKUM KASROTUMASAA ILIHIM WAKHTILA FUHUM 'ALAA ANIBYAAIHIM. ROWAAHULBUKHOORIYYU WAMUSLIM. ARTINYA Diriwayatkan dari abi hurairah Abdirahman bin shokhrin Radiallahu Anhu, Dia berkata saya mendengar Rasulullah Saw bersabda Apa yang dilarang bagi kalian maka jauhilah, dan apa yang diperintahkan bagi kalian maka laksanakan semampu kalian, maka sesungguhnya kehancurnya orang-orang sebelum kalian itu karena orang-orang itu banyak bertanya Yang tidak ada gunanya, dan pertentangan mereka terhadap nabi-nabinya. Yang meriwayatkan Hadits di atas yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim. PELAJARAN Nag seperti apa yang telah disebutkan dalam hadits di atas, berikut ini sedikit penjelasan tentang pelajaran yang terkanduung didalamnya. 1. Apapun yang sudah Rasulullah Shalalahualaihi wasalam larang maka jauhilah, sesungguhnya dalam perintah untuk menjauhi larangan yang sudah rasulullah perintahkan itu tak lain adalah untuk kebaikan kita sendiri, karena dalam hal ini rasulullah sudah mengetahui dampak dari perbuatan yang dilarang tersebut, maka patutlah kita bersyukur kepada Allah Swt yang sudah menurunkan pemimpin untuk memberitahukan kepada kita tentang bahaya dari hal-hal yang seharusnya tidak kita kerjakan dan lakukan tersebut. 2. Apapun yang diperintahkan kepada kalian maka laksanakanlah, dalam kata ini siapapun diantara kita yang tidak mampu melaksanakan perbuatan yang telah diperintahkan maka laksanakanlah semampu kalian, perkataan ini ditunjukan kepada perbuatan sunah, untuk perbuatan yang wajib seperti shalat 5 waktu tentulah harus dilaksanakan. 3. Ada banyak sekali kaum yang hancur sebelum masa Rasulullah, itu semua salah satunya disebabkan karena mereka sering bertanya hal yang tidak ada gunanya, selalu menyelisih perintah para nabi-nabinya. Nah teman teman itulah penjelasan tentang hadits arbain ke 9 yang menjelaskan tentang melaksanakan perintah sesuai dengan kemampuan, dalam hal ini jika memang kita ingin bisa melaksanakan perintah perintah tersebut cobalah untuk membuat persaingan, berlomba-lomba siapa yang paling ta'at dalam melakukan ibadah, namun tentusaja dalam hal persaingan yang fositif, namun jika memang kita tidak bisa bersaing dengan orang-orang hebat, ulama-ulama, maka bersainglah dengan orang-orang disekitar kita yang memiliki keadaan yang sama. Untuk penjelasannya saya cukupkan sampai disini, jika menurut kalian pembahasan dalam artikel ini bermanfaat silahkan untuk membagikan artikel ini kepada teman kerabat dekat, janganlupa subscribe juga blog ini untuk mendapatkan pemberitahuan terbaru dari kami ya, kolom subscribe terdapat tepat dibawah artikel ini, akhir kata saya ucapkan wasalam. KETIKA membaca atau mendengar hal yang dilarang maupun diperintahkan, tak jarang kita selalu banyak bertanya mengapa tidak boleh mengapa harus begitu. Terkadang logika kita selalu terlebih dahulu muncul sebelum melaksanakannya. Mari kita meniliki hadis arbain ke 9 berikut ini Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahu anhu dia berkata Saya mendengar Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka yang tidak berguna dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka. Bukhari dan Muslim Baca Juga Hadis Arbain 37 Kebaikan yang Dilipatgandakan Pelajaran yang dapat kita ambil dari kandungan hadis tersebut antara lain 1. Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam. 2. Siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu laksanakan. 3. Allah tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya. 4. Perkara yang mudah tidak gugur karena perkara yang sulit. 5. Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan kemaslahatan. 6. Larangan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan bersepakat. 7. Wajib mengikuti Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam, ta’at dan menempuh jalan keselamtan dan kesuksesan. 8. Al Hafiz berkata Dalam hadis ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan. Apa yang dilarang dan diperintahkan oleh Rasulullah tentu mengandung kebaikan dan hikmah. Melaksanakan semampu dan sekuat kita akan menambah pahala bagi kita. [Ai/Ln] Sumber ebook Hadits Arba’in Nawawiyah, Muhyiddin Yahya bin Syaraf Nawawi, Penerjemah Abdullah Haidhir, DR. Muh. Mu’inudinillah Bashri, Maerwandi Tarmizi, Memilih yang Mudah dan Meninggalkan yang Susahعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ. رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌDari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakr radhiyallahu anhu, ia berkata,”Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallambersabda,”Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.”MARAJI'UL HADITS REFERENSI HADITS Shahih Bukhari, Al-I'tisham Bil Kitab Was Sunah Bab Al-Lytida Bi Sunni Rasillah Hadits nomor Muslim, Al-Fadhail, Bab Tanpa Rasidillah.. Hadits nomor 1337AHAMIYATUL HADITS URGENSI HADITS Para ulama mengatakan bahwa hadits ini sangat penting, karenanya Layak untuk dihafal dan dikaji. Imam Nawawi berkata,”Hadits ini merupakan dasar-dasar Islam yang sangat penting dan merupakan Jawami'ul KalIm ucapan yang singkat dan padat, yang hanya dimiliki Rasulullah saw. Didalamnya mencakup berbagai hukum yang jumlahnya tidak Hajar Al-Haitamy berkata,”Ini adalah hadits yang sangat penting Merupakan dasar agama dan rukun Islam, maka patut dihafal dan diperhatikan.” Ungkapan senada juga banyak dilontarkan oleh ulama-ulama lain. Yang menjadikan hadits ini sangat penting adalah perintah untuk senantiasa komitmen terhadap syariat Allah swt., baik yang berupa larangan maupun perintah, tanpa melakukan penambahan atau WURUD LATAR BELAKANG HADITS Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw. berpidato di hadapan kami seraya berkata,”Wahai sekalian manusia, telah diwajibkan kepada kalian Ibadah haji, maka berhajilah.”Seorang laki-laki bertanya,”Ya Rasulullah, apakah dilakukan setiap tahun ?”Rasulullah diam. Hingga orang tadi mengulangnya sampai tiga kali. Maka Rasulullah pun menjawab,”Andai saya jawab ya, tentulah akan diwajibkan setiap tahun. Dan kalian tidak akan mampu.”Setelah itu Rasulullah bersabda,”Biarkanlah apa yang saya diamkan. Sesungguhnya kehancuran umat sebelummu adalah karena mereka banyak bertanya dan berselisih dengan nabi-nabi mereka. Jika saya perintahkan kepada kalian untuk mengerjakan sesuatu maka tunaikanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang sesuatu maka tinggalkanlah.”Shahih Muslim. Al-Hajj Fardul Hajji Marratan Fil Umri. Hadits nomor 1337. Riwayat lain menyebutkan bahwa orang yang bertanya tersebut adalah Aqra ' bin Habis ra. Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Aqra'bin Habis bertanya kepada Nabi saw.,”Ya Rasulullah haji dilakukan setiap tahun atau sekali ?”Rasulullah menjawab,”Sekali, dan barangsiapa yang mampu maka kerjakanlah dengan segala kerelaan.”Sunan Ibnu Majah, Ferdhad Haji. Hadits nomor 2886. Abu Dawud dan Al-Hakim juga menyebutkan riwayat senada Su nan Abu Dawud hadits nomor 1721, dan Al-Mustadrak, Al-Manasik. Ada yang menyebutkan bahwa pidato Rasulullah saw di atas dilakukan ketika haji wada '. Saat itu Nabi saw. berdiri di hadapan kaum muslimin dan berkhotbah menerangkan rambu-rambu agama dan berbagai kewajiban dalam HADITS KANDUNGAN HADITS 1. Apa yang aku larang, maka jauhilah. Larangan dalam Al-Qur'an maupun sunab mempunyai berbagai pengertian, namun demikian kesemuanya mengacu pada dua hal. yaitu haram dan makruh. Larangan yang sifatnya haram Adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah melalui Nabi Muhammad saw., dengan berbagai dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut haram. Jika perbuatan ini dilanggar maka akan dihukum dengan hukuman yang setimpal, sesuai dengan ketentuan syara ', baik di dunia maupun di akhirat. Contoh larangan yang bersifat haram, yaitu larangan berzina. minum minuman keras, makan barang riba, mencuri, membunuh tanpa alasan yang dibenarkan menurut syari'ah, membuka aurat di depan orang yang bukan muhrim, berdusta, menipu, namimah, berbuat kerusakan dan berbagai perbuatan lainnya yang jelas-jelas dilarang oleh Allah swt dan Rasul-Nya. Semua perbuatan di atas harus ditinggalkan seketika. Seorang muslim tidak boleh melakukannya kecuali dalam keadaan dharurat terpaksa. Itupun dengan berbagai syarat dan aturan yang ditetapkan oleh syari' yang sifatnya makruh. Merupakan larangan terhadap satu perbuatan, namun dalil-dalil yang ada tidak menyatakan bahwa larangan tersebut sifatnya haram namun hanya bersifat makruh. Jika larangan tersebut dilanggar, maka tidak ada hukuman. Contoh larangan yang bersifat makruh Larangan makan bawang mentah, baik bawang putih maupun bawang merah, ataupun yang sejenisnya berbau, bagi orang yang akan ke masjid untuk melakukan shalat jamaah. Dan perbuatan-perbuatan lain yang dilarang, namun hanya bersifat makruh. Berbagai larangan tersebut boleh dilakukan, baik sedikit ataupun keseluruhan, meskipun sebaiknya Keterpaksaan menyebabkan dibolehkannya melanggar laranganKita mengetahui bahwa setiap yang diharamkan, maka wajib dijauhi. Namun, seseorang kadang mengalami kondisi yang memaksanya untuk melakukan sesuatu yang diharamkan. Andai ia tidak melakukan nya, tentu akan berakibat fatal bagi dirinya. Dalam kondisi seperti ini Syariat memberikan keringanan, dengan membolehkan orang yang terpaksa, untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya dalam kondisi normal dilarang Allah swt berfirman,”... Tapi barangsiapa dalam kaadan terpaksa memakannya sedang ia sebenarnya tidak sengaja dan takut untuk melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”Al-Baqarah 173 Ayat inilah yang dijadikan landasan oleh para ulama untuk merumuskan kaidah fiqih,”Adh-Dharuratu tubihul mahzhurat” yang artinya keterpaksaan menyebabkan dibolehkannya larangan larangan. Sebagai contoh, dibolehkannya makan bangkai bagi orang yang tidak memiliki makanan sama sekali, dibolehkannya membuka aurat dalam rangka berobat ke dokter, tidak diterapkannya hukuman potong tangan terhadap orang yang mencuri karena terpaksa dan lain sebagainya. Meskipun demikian perlu diingat bahwa banyak masyarakat yang memahami kaidah ini secara global, tanpa merinci pengertian dan batasan-batasan darurat keterpaksaan, dan tidak memahami sejauh mana dibolehkannya melakukan sesuatu yang haram dalam kondisi terpaksa. Karenanya masalah ini harus kita perhatikan betul-betul, hendaknya kita tidak terperosok ke dalam satu kesalahan. Para ulama, membatasi keterpaksaan pada kondisi yang dialami seseorang dan kondisi tersebut benar-benar mengancam nyawanya, mengancam hilangnya salah satu anggota tubuhnya menyebabkan sakitnya semakin parah, berbagai hal lainnya yang dapat menyebabkan seorang tidak mampu menjalankan kehidupan secara normal atau menyebabkan penderitaan yang tidak bisa ulama juga membatasi sejauh mana seseorang dibolehkan melakukan sesuatu yang dilarang dalam keadaan terpaksa Batasan itu tertuang dalam sebuah kaidah fiqih berikut ini,”darurat itu disesuaikan kadar kebutuhannya. Kaidah ini disimpulkan dari firman Allah.... tidak sengaja dan tidak melampau batas...”Al-Baqarah 173 Dengan demikian seseorang dibolehkan melakukan sesuatu yang dilarang dalam keadaan terpaksa sekadar memenuhi kebutuhan Karenanya barangsiapa yang terpaksa hingga harus makan bangkai maka ia tidak boleh memenuhi perutnya dengan bangkai, terlebih menyimpannya. Barangsiapa yang terpaksa mencuri untuk memberi makan keluarganya, maka ia tidak boleh mengambil lebih dari kebutuhannya sehari semalam. Barangsiapa yang terpaksa membuka aurat di depan dokter untuk kepentingan pengobatan maka tidak boleh membuka tempat lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan pengobatan. Bukan merupakan keterpaksaan bagi wanita berobat ke dokter laki-laki, padahal ada dokter wanita. Bukan suatu keterpaksaan, sebuah usaha yang bertujuan menumpuk kekayaan dunia, memenuhi kebutuhan mewah dan bahkan mencontoh kebiasaan masyarakat yang sok modern dan senantiasa memburu barang impor. Modal yang sedikit, bukanlah keterpaksaan untuk melakukan riba hutang bank hingga ia bisa mengembangkan usaha. Rumah yang sederhana dan kecil bukanlah satu keterpaksaan untuk melakukan apa saja demi mendapatkan rumah yang besar dan mewah. Bukan satu keterpaksaan bagi wanita yang memiliki suami, atau ada orang yang menanggungnya, untuk bekerja di luar rumah bahkan ikhtilat dengan para lelaki yang bukan muhrimnya. Bahkan seandainya ia harus mencari nafkah, dan ada peluang kerja yang belus ikhnilah, maka ia tidak boleh memilih tempat kerja yang berikhtilath. Semua ini dilandaskan pada kaidah, Dar’ul Mafasid Muqaddamu Ala Jalbil Mashalih meninggalkan pintu-pintu kerusakan harus lebih didahulukan daripada mendatangkan pintu-pintu kebaikan. Barangsiapa yang sedang melakukan urusan dengan orang lain, ataupun sebuah instansi, bukanlah satu keterpaksaan hingga ia main suap, agar urusannya mudah. Barangsiapa yang bergaul dengan masyarakat, atau berusaha untuk mendekati dan mendakwahi mereka, maka bukan merupakan keterpaksaan, kalau ia harus menemaninya di meja judi, di kedai-kedai minuman keras, di tempat tempat mesum dan memendamkan kemungkaran yang terjadi demi untuk mendapatkan kasih sayang suami, seorang istri tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang melanggar syari'at .3. Komitmen terhadap perintah Perintah dalam Al-Qur'an maupun sunah mempunyai pengertian beragam. Namun demikian, para ulama sepakat bahwa asal kata perintah adalah tholab permintaan. Perintah ini mencakup dua hal yang asasi. yaitu Wajib dan Sunah. Inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi,”Dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian.”Artinya, sesuatu yang diperintahkan baik bersifat wajib maupun sunnah. a. Perintah yang bersifat wajib. Perintah wajib adalah perintah Allah swt. melalui Nabi Muhammad saw, kepada umat Islam untuk melakukan suatu perbuatan dan didasari berbagai dalil yang menyatakan bahwa perintah tersebut wajib. Maka perintah tersebut wajib dilaksanakan dan jika ditinggalkan tentu akan mendapat hukuman, dan jika dilakukan maka akan diberikan pahala. Contohnya Perintah untuk mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji, puasa, amar ma'ruf nahi munkar, menepati janji. menerapkan hukum Allah dan berbagai perbuatan lainnya yang jelas-jelas diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dalam bentuk yang mengikat. Semua perintah tersebut wajib dilaksanakan dan sedikit pun tidak boleh disepelekan. Kecuali jika hilang salah satu syarat diwajibkannya atau karena adanya halangan dalam pelaksa naannya b. Perintah yang bersifat sunah. Adalah perintah Allah swt melalui Nabi Muhammad saw. kepada kaum muslimin, untuk melakukan satu perbuatan dan didasari berbagai dalil yang menyatakan bahwa perintah tersebut sunah. Artinya, seorang muslim tidak wajib melakukan perbuatan tersebut. Jika ditinggalkan, maka tidak mendapatkan hukuman. Namun jika dikerjakan, maka akan mendapatkan pahala. Contohnya Perintah untuk melakukan shalat Rawatib sunah, perintah azan, perintah untuk memperbanyak infak untuk untuk kebaikan, perintah untuk mencatat hutang, perintah untuk makan dengan tangan kanan, dan berbagai perbuatan lainnya yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya namun dalam bentuk yang tidak mengikat. Sebagai seorang muslim tentu lebih baik mengerjakan perintah perintah ini, meskipun boleh ditinggalkan. Karena dengan melakukannya seseorang akan mendapatkan pahala. Meskipun demikian tidak ada dosa bagi orang yang meninggalkannya. 4. Kesukaran mendatangkan kemudahan Kita ketahui bahwa syariat Allah menghendaki terciptanya kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Karena itulah, terdapat herbagai kemudahan bagi seorang hamba Allah swt berfirman”Allah menghendaki kemudahan hagi kalian, dan tidak menghendaki kesusahan Al-Baqarah 185”Dia sekali-kali tidak menjadikan satu kesulitan itu kami dalam urusan Agama.”Al-Hajj 78 Rasulullah saw. bersabda.”Sesungguhnya agama ini adalah mudah. Maka mudahkanlah dan jangan mempersulit.”HR. Al-Bukhari. Karena itulah Allah membolehkan berbuka puasa bagi orang yang berpuasa dan melakukan perjalanan atau sakit, membolehkan untuk meng-qaslar shalat bagi orang yang bepergian, membolehkan tayammum bagi orang yang hendak berwudhu tapi tidak menemukan air atau karena kulitnya tidak boleh terkena air karena sakit, dan berbagai hal lainnya yang kemudian disebut oleh para ulama dengan istilah rukhshah dispensasi. Berdasarkan pada realita bahwa Allah memberikan kemudahan kepada hamba-hamba-Nya, dan dari hadits yang menjadi tema utama, maka para ulama menyimpulkan kaidah ﺍﻟﻣَﺸَﻘﱠﺔُ ﺗَﺠْﻟِﺐُ ﺍﻟﺗﱠﻴﺴِﻴﺮَ kesukaran itu menyebabkan adanya kemudahan. Kaidah ini mempunyai pengertian bahwa ketika seseorang berada dalam suatu kondisi yang sangat sulit dan berat baginya untuk melaksanakan suatu kewajiban, maka kesusahan tersebut merupakan penyebab untuk mendapatkan kemudahan dan keringanan, hingga kita bisa menunaikan dengan mudah. Contoh pelaksanaan kaidah ini adalah toleransi terhadap sebagian benda najis karena susah dihilangkan. Misalnya darah yang dimaafkan karena luka darah yang sangat sedikit contohnya darah nyamuk, tanah jalanan yang kadang bercampur dengan nasi dan lain sebagainya. Semua najis-najis di atas bisa ditoleransi . Karena jika tidak akan sangat merepotkan. Ini adalah bentuk dan keringanan di lain dari bentuk kemudahan ini adalah toleransi terhadap ketidakjelasan satu transaksi, misalnya WC umum. Meskipun tarif antara orang per orang jelas, namun jangka waktu orang yang masuk WC berbeda-beda, bahkan jumlah penggunaan air masing-masing orang juga berbeda. Namun demikian masalah ini tidak bisa dibatasi. misalnya masuk WC lebih dari dua jam biayanya dua kali lipat, karena akan sangat merepotkan. Maka untuk mengatasi masalah ini syara' memberi keringanan dan menganggap transaksi yang demikian sah adanya. Batasan-batasan kondisi sulit yang mendapatkan kemudahan Kondisi sulit kadang menimbulkan kesalahpahaman bagi sebahagian orang. Ada yang menyangka bahwa setiap kesulitan, meskipun dalam bentuk yang paling sederhana dapat menyebabkan kemudahan sehingga mereka sering menggunakannya sebagai alasan untuk meninggalkan kewajiban. Karena itulah para ulama kemudian menjelaskan berbagai batasan dan rambu-rambu terhadap kondisi sulit yang mendapatkan keringanan. Kesulitan yang selalu menyertai pelaksanaan kewajiban, karena merupakan karakter dari kewajiban tersebut. Kesulitan seperti ini, tidak akan mendapatkan keringanan sama sekali. Misalnya seorang yang berpuasa tidak boleh berbuka, karena rasa lapar. Seorang muslim yang mampu untuk menunaikan ibadah haji, tidak boleh menolak untuk melaksanakan, dengan alasan pelaksanaan ibadah haji sangat berat baginya, harus menempuh jarak yang jauh dan meninggalkan muslim tidak boleh meninggalkan amar manu nahi munkar dengan alasan karena kewajiban ini beresiko pada dirinya. Semua ini bukan merupakan alasan karena merupakan konsekuensi yang lazim. Kesulitan yang bukan merupakan karakter sebuah kewajiban. Kesulitan seperti ini dalam beberapa kondisi mendapatkan keringanan, karena bukan merupakan karakter kewajiban dan bahkan tidak terjadi ketika dalam keadaan normal. Para ulama membagi kesulitan ini ke dalam dua tingkatankesulitan yang ringan, misalnya Perjalanan singkat, sakit ringan, berkurangnya harta, dsb. Kesulitan-kesulitan seperti ini tidak mempunyai pengaruh terhadap kewajiban dan tidak mendapatkan keringanan. Karena maslahat yang didapat dengan menjalankan kewajiban lebih besar dari kesulitan yang ia rasakanKesulitan yang berat, yang bisa mengancam jiwa, harta atau kehormatannya. Misalnya ada orang yang hendak menunaikan ibadah haji, namun ia mengetahui bahwa keadaan perjalanan sedang tidak aman, seperti banyak perampokan atau di sekitar rumahnya sendiri banyak terjadi perampokan, lalu ia khawatir ke jwan seperti ini dapat mengancam diri, harta atau keluarganya Dalam kondisi seperti ini, ia boleh menunda Bagian kewajiban yang mudah tidak boleh ditinggalkan karena adanya bagian yang sulit الْمَيْسُوْرُ لاَ يَسْقُطُ بِالْمَعْسُوْرِ Suatu kaidah fiqih yang dirumuskan para ulama dengan mengacu pada hadits di atas. Imam Suyuthi, dalam kitab Asyah wa An-Nazlutir menyebutkan bahwa Ibnu Subky berkata,”Kaidah tersebut termasuk kaidah yang paling masyhur yang dipetik dari hadits Nabi,”Jika aku perintahkan kepada kalian, maka lakukanlah semampu dalam kondisi tertentu kadang-kadang seorang muslim tidak bisa menjalankan suatu kewajiban secara utuh. Maka ia diharuskan melakukan bagian yang ia mampu. Bagian-bagian yang sulit tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan semua bagian kewajiban. Contoh Ketika hendak shalat, ia tidak bisa berdiri, maka ia tetap harus melakukan shalat dengan kondisi yang bisa ia lakukan. Contoh lainnya, seseorang yang hendak berwudhu dan hanya mendapatkan yang sangat sedikit yang diperkirakan tidak mencukupi untuk membasuh bagian-bagian yang wajib, maka ia tidak boleh langsung melakukan tayamum. Ia harus terlebih dahulu berwudhu dengan air yang ada, siapa tahu mencukupi. Namun, jika memang tidak mencukupi barulah ia melakukan tayamum. Seorang muslim yang mendapatkan penutup aurat yang hanya cukup untuk menutupi sebagiannya saja maka ia harus menutupi yang sebagian itu. Seorang muslim yang sembuh dari sakitnya di siang hari bulan Ramadhan. hendaklah ia menahan hal-hal yang membatalkan puasa, begitu juga wanita yang selesai dari haidnya, serta contoh-contoh lain. Kaedah ini juga didasari sebuah hadits berikut. Amran hin Husain berkata,”Saya mempunyai sakit lalu saya bertanya kepada Nabi aw. perihal pelaksanaan shalat. Nabi bersabda,”Shalatlah dengan dengan berdiri, kalau tidak sanggub maka dengan duduk, kendak bisa maka dengan berbaring”HR. Al-Bukhari Semua yang ada dalam syariat Allah, baik haram, makruh, wajib maupun sunah, semuanya masih berada dalam kemampuan manusia, karena Allah swt. tidak membebani hamba-Nya diluar kemampuan. Allah berfirman”Allah tidak akan membebani hamba-Nya kecuali sesuai dengan kadar kesanggupannya”Al-Baqarah 286. Karenanya, pelaksanaan kewajiban dalam bentuknya yang sempurna, hanya bisa dicapai dengan menjauhi segala larangan dan melaksanakan semua perintah sesuai dengan penjelasan di atas. Allah berfirman,”Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah”Al-Hasyr 7.Maka barangsiapa yang meninggalkan sebagian perintah, dan melanggar sebagian larangan, maka orang tersebut belum melaksanakan kewajiban secara sempurna. Karena seorang muslim dituntut untuk mencontoh Nabi Muhammad saw., dalam masalah apapun, kecuali perkara-perkara yang dikhususkan untuk Rasulullah saw. Allah swt berfirman,”Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan banyak menyebut Allah.”Al-Ahzab 21 Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Rasulullah tidak pernah me ninggalkan kewajiban. Maka sudah sepatutnya jika kita mencontoh beliau, dengan menjauhi semua larangan dan melaksanakan semua Menjauhi larangan dan mengikis sumber kerusakan Dalam syariat terdapat berbagai penghalang agar manusia tidak terjerumus pada kejahatan atau hanya terkena bibit-bibit kerusakan. Karenanya, kita dapati perhatian terhadap larangan lebih besar dibandingkan dengan perhatian terhadap perintah. Namun demi kian, bukan berarti meremehkan perintah, tetapi sikap tegas terhadap setiap larangan, terutama yang bersifat haram. Karena Taringan yang ada, tidak lain karena adanya bahaya dan kerusakan pada perkara perkara yang dilarang tersebut. Karenanya, larangan tidak boleh dilangan, kecuali dalam kondisi terpaksa Dewasa ini kita temukan banyak kesalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Mereka begitu kuat dalam menjalankan perintah bahkan dalam masalah-masalah yang sunah sekalipun. Namun mereka sering menyepelekan larangan, bahkan melanggarnya. Contohnya betapa banyak dalam masyarakat kita orang yang senantiasa puasa, shalat, bahkan malaltiap malam, namun ia tetap menjalankan transaksi bisnisnya secara riba. Contoh lainnya wanita yang mengeluarkan zakat hartanya secara sempurna, namun ia tetap tidak mengenakan jilbabnya. Semua ini tentunya tidak sesuai dengan syariat, tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah, para sahabatnya dan orang-orang yang bersama mereka dalam satu gerbong ketakwaan. Karena dasar dari ibadah adalah menjauhi semua larangan Allah. Hal ini merupakan jalan kesuksesan untuk memerangi nafsu. Rasulullah saw. bersabda,”Hindarilah herbagai larangan, niscaya mungkin akan menjadi manusia yang paling baik ibadahnya.”at- Tirmidzi. Aisyah ra berkata,”Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang lebih utama dari orang yang ahli ibadah, hendaklah ia menjauhi dosa.”Ketika ditanya tentang orang-orang yang tergiur oleh kemaksiatan akan tetapi tidak melakukannya, Umar ra, berkata,”Mereka adalah orang-orang yang hatinya mendapat ujian dari Allah. Mereka akan mendapat ampunan dan pahala kebaikan yang besar.”Ibnu Umar ra berkata,”Beberapa dirham yang dijauhkan dari yang haram, jauh lebih baik dari bershadaqah seratus ribu dirham.”Hasan Basri berkata,”Tidak ada ibadah yang lebih baik dari meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah swt.”Umar bin Abdul Aziz berkata,”Takwa bukan sekadar qiamullail dan puasa di siang hari. Akan tetapi melakukan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Jika ditambah dengan amal perbuatan baik yang lain, maka itu lebih baik lagi.”Semua ini mengisyaratkan kepada kita bahwa meninggalkan maksiat lebih utama dari menjalankan perintah. Namun sekali lagi, bahwa hal ini tidak berarti bahwa seorang muslim bisa meremehkan kewajiban. Sebagaimana yang sering diutarakan oleh orang-orang yang hatinya sakit. Mereka tidak menjalankan kewajiban sedikit pun, namun mereka mengklaim bahwa lebih bertakwa daripada orang-orang yang shalat, puasa dan melakukan berbagai ibadah lainnya. Karena mereka tidak melakukan perbuatan yang dilarang. 7. Mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat درأ المفاسد مقدم على جلب المصالحIni adalah satu kaidah fiqih yang dirumuskan para ahli fiqih dari ketegasan wan'at dalam masalah larangan. Maksudnya, manakala suatu perkara memiliki sisi manfaat dan sist mafsadah kerusakan. Jika diperhatikan sisi manfaat maka akan timbul mafsadah, dan jika diperhatikan sisi mafadah maka akan bilang manfaatnya. Dalam kondisi seperti ini yang harus lebih diperhatikan adalah sisi maslahad. Karena kerusakan mudah sekali menjalar, seperti api yang melahap kayu bakar Contoh Tidak diperbolehkan menjual anggur kepada orang yang akan membuatnya menjadi khamer, meskipun ia berani membayar dengan harga lebih tinggi. Tidak diperbolehkan membuat atau menjual khamer, meskipun mendatangkan keuntungan yang besar. Wanita tidak boleh bekerja di tempat yang bercampur dengan laki laki yang bukan muhrim. Begitu juga dengan kaum laki-laki. Karena sisi negatitnya lebih dominan. Kaidah ini juga didukung hadits Nabi yang melarang wanita melakukan perjalanan seorang diri, tanpa disertai suami atau salah satu mahramnya. Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,”Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, melakukan perjalanan dengan jarak yang ditempuh selama satu hari, kecuali dengan mahramnya.”Al- Bukhari dan Muslim Perlu diketahui bahwa yang menjadi tolok ukur maslahat dan mafsadah yang terdapat pada perkara tersebut adalah kebiasaan yang sudah lazim. Karenanya, jika sebuah perbuatan, biasanya mendatangkan mufradah, maka perbuatan tersebut tidak boleh dikerjakan. Mafsadah di sini bukanlah mafsadah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan maslahatnya. Misalnya, ada satu perbuatan yang mengandung mafsadah. Namun, perbuatan itu juga jelas-jelas membawa manfaat yang lebih besar dari masalah yang ditimbulkan. Maka perbuatan tersebut boleh dilakukan, mengingat besarnya maslahat yang akan ditimbulkan. Contoh, memotong bagian tubuh yang terluka untuk menyelamatkan nyawa orang tersebut. Karena jika dibiarkan maka keselamatan nyawa orang tersebut akan terancam. Berbohong dalam rangka menyelesaikan permusuhan dua orang yang bertikai. Karena ketika pertikaian tersebur dibiarkan, maka akan menyebabkan permusuhan yang berkepanjangan atau bahkan kesan yang semakin meluas. Penyebab kehancuran umat terdahulu adalah akibat dua perkara. Dua hal tersebut adalah banyaknya pertanyaan yang tidak berguna dan tidak komitmen dengan syariat Allah Rasulullah telah melarang para Sahabat taat tidak banyak bertanya, karena dikhawatirkan dengan jawaban yang diberikan justru memberatkan mereka, agar tidak disibukkan oleh hal-hal Tidak ada gunanya, dan sebagai langkah prefentif dari sikap saling bantah yang tidak ada ujungnya. Bukhari meriwayatkan dari Mughairah bin Syu'bah, bahwa Rasulullah saw melarang qila wa Qal ucapan yang belum jelas sumbernya, banyak bertanya dan menghamburkan harta Karenanya, kita temui para Sahabat, Muhajirin dan Anshar, tidak menanyakan sesuatu pun, meski mereka ingin mengetahuinya. Sebagai aplikasi dari larangan tersebut. Merekalah generasi terbaik yang menjadikan segala kehendaknya mengikuti apa yang datang dari Rasulullah saw. Atau bisa juga karena mereka memang tidak perlu bertanya, karena mereka hidup bersama Rasulullah saw, yang segera menyampaikan kepada mereka setiap wahyu yang turun. Kenyataannya, wahyu dari langit tidak terputus hingga akhir kematian Nabi terjadi satu peristiwa, Rasulullah saw. segera menjelaskan kepada mereka, berbaga perkara yang mereka butuhkan berkaitan dengan masalah agama, meskipun tanpa didahului pertanyaan, sehingga tidak menyebabkan keraguan. atau agar mereka tidak terjerumus dalam kesesatan. Hadist Arbain Nawawi – Anda yang pernah belajar di Pondok Pesantren tentu sudah tidak asing lagi dengan kumpulan hadits yang satu ini. Kumpulan hadits karya imam Nawawi ini memang cukup terkenal dan cukup mudah untuk dipelajari tidak hanya di Indonesia namun di seluruh dunia dan menjadi salah satu rujukan umat islam didunia. Kali ini kami akan memberikan Penjelasan Singkat Hadits No 9 Hadits Arbain Nawawi Hadits arbain nawawi ini sendiri berjumlah 42 hadits sesuai namanya. Pada awalnya, beliau mengumpulkan hadits berjumlah 42 ini agar memudahkan umat islam menghafal hadits karena siapapun yang mampu hafal sekitar 40 hadits dimana didalamnya mengandung perkara-perkara agama maka Allah akan dibangkitkan bersama para Fuqaha dan ulama. Berikut kajian islam mengenai salah satu Penjelasan Singkat Hadits No 9 Hadits Arbain Nawawi. Mempelajari kitab Hadits arbain nawawi ini memang cukup penting karena didalamnya cukup runtut dimana pada bab awal tentang niat dalam melakukan sesuatu. Salah satu hal yang akan dibahas disini adalah pada hadits nomor 9 di kitab arbain nawawi. Pada bab ini disebutkan bahwa Rasulullah SAW menyuruh kita sebagai umatnya melaksanakan perintah sesuai dengan kemampuan. Untuk mengetahui tentang isi hadits, berikut ini isi hadits Arbain عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم يَقُولُ “مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ Dari Abu Hurairah Adurrahman bin Sakhr ia berkata Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintah maka hendaklah kalian laksanakan. Sungguh kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka yang tidak berguna dan penentang nabi-nabi mereka. [1] Pada kutipan arti hadits diatas yang berasal dari kitab Hadits arbain nawawi terdapat juga pada kitab Muslim. Pada isi hadits tersebut disebutkan bahwa kita tidak boleh menghindari apa yang diperintahkan kepada kita. Selain itu, pada hadits ini juga disebutkan secara implicit/tersirat bahwa siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan maka mereka bisa melakukannya semampu mereka. Hal itu sesuai dengan perintah Allah فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ ۗ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. [2] Faedah Hadits Arbain Nawawi no 9 Sobat Cahaya islam, jika kita membaca dan mempelajari hadits nomor Sembilan pada kitab Arbain Nawawi tersebut maka kita akan mendapatkan beberapa faedah. Salah satu satu faedah mempelajari Hadits arbain nawawi nomor 9 ini adalah kita tidak boleh melakukan perbuatan yang sudah jelas dilarang dan kita wajib menjauhi kecuali jika kita dalam keadaan darurat yang membolehkan suatu perkara yang sebelumnya dilarang. Selain itu, kita juga wajib mengerjakan apa yang telah diperintahkan. Hal ini juga berlaku selama tidak dalil yang mengatakan bahwa sesuatu perintah disunahkan. Faedah lain yang bisa kita temukan pada Hadits arbain nawawi nomor 9 ini adalah mudahnya agama islam untuk dilaksanakan. Islam mengajarkan bahwa seorang hamba wajib mengerjakan apa yang diperintahkan sesuai dengan kemampuan mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan sesuatu. Dengan kata lain, jika seseorang tidak mampu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan, maka ia hanya cukup mengerjakan apa yang mampu mereka kerjakan. Disini kita melihat contoh orang yang sholat. Jika mereka tidak mampu berdiri, mereka bisa duduk, duduk tidak mampu, maka mereka bisa dengan berbaring. Banyak sekali Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk mengerjakan sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan faedah terakhir yang kita bisa dapatkan dari Hadits arbain nawawi nomor 9 sembilan adalah kita tidak boleh banyak bertanya dan menyelisihi para nabi karena hal tersebut telah membinasakan orang-orang/ umat jaman dahulu. Hanya pada hadits nomor 9 saja Sobat Cahaya Islam mampu mempelajari berbagai hal tentang islam, apalagi jika kita mempelajari seluruh isi kitab ini, sudah barang tentu kita mendapatkan banyak faedah tentang agama islam untuk semesta alam. Catatan Kaki [1] HR. Bukhori dan Muslim shahih [2] QS. At-Taghabun 64 ayat 16

hadits ke 9 arbain